Di mana saja dan kapan saja, sepak bola selalu menarik dan mempesona manusia. Kata kolumnis bola Walter lutz, kendari perang, kritis, bencana, skandal permainan, suap menyuap perwasitan, penghianatan tehadap fair- play, sepak bola tidak pernah lapuk dan mati, malahan senantiasa ada dan terus menghibur dunia. Mungkin karena sepak bola bukan hanya telah menjadi olahraga rakyat tetapi juga hiburan umat manusia,
Namun
bukan itu saja. Sepak bola juga dunia para hero.
Dalam sepak bola, penonton di ajak untuk menikmati pemain-pemain bola yang
berupaya mengerahkan kehebatannya melampaui batas-batas kemampuannya. Lapangan
hijau, taktik, teknik kostum, dan aksesori lainnya menyulap para hero itu menjadi lebih mempesona. Dan
adalah anugrah pada dunia sepak bola, bahwa padanya didatangkan para pemain
yang tidak hanya kekar atau gagah, tetapi juga tampan. Itulah sebabnya, lebih
sekedar sport, sepak bola telah menjadi show,
yang di gemarisiapa saja, lelaki bahkan wanita.
Namun
sepak bola bukanlah show yang dangkal
seperti opera sabun. Sebab dalam sepak bola, pemain-pemainnya menjadi anak-anak
manusia yang bergulat dengan kerasnya kehidupan. Pergulatan dengan kerasnya
kehidupan itu tidak selalu berakhir dengan kemenanganyang gilang-gemilang.
Sering pergulatan mati-matian itu hanya menghantarkan para pemain dan penonton
yang terlibat dengan mereka kegagalan yang pahit dan menyedihkan. Itulah sebabnya
didalam sepak bola kita dapat melihat dan merasakan tragedy, komedi, ketabahan
untuk menerima kegagalan, tekad dan keberanian untuk selalu bangun meraih
kemenangan. Memang sepak bola membawa tawa, tapi sepak boa juga membawa tangis.
Sepak
bola dengan amat tegas melibatkan penontonnya untuk senantiasa berani di antara
kemenangan dan kegagalan. Karena itu, sepak bola dapat mengajari orang untuk
mangalami realism nasib. Dan nasib itu, entah kesuksesan entah kegagalan, tidak
terbaca dalam suatu pergulatan dalam rentang waktu yang lama, tetapi tiba-tiba
terjadi dalam peristiwa tidak terduga, serta dalam waktu yang pendaek dan
sesingkat-singkatnya. Kalah ataumenang itu sering di tentukan dalam waktu tiga
menit saja. Itulah yang di tulis oleh Johan Cruyff dalam puisinya:
In each game there are only three ninutes
and those of course subidivided
into moments
that really matter
in there minutes you win or lose
(Dikutip dari: J. van Tijn: The Poetry of Johan Cruyff, dalam
Vrij Neterland. The Republic of etters, oktober1993, hlm 24)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar